MAKALAH AGAMA
T E N T A N G
“BENTUK-BENTUK PERKAWINAN YANG
DILARANG DAN
WANITA-WANITA YANG HARAM DINIKAHI”
DOSEN
: Dr.TGK ANWAR ST, M.Ag, MT
DISUSUN
OLEH :
MUHAMMAD RIDHA FASHA
(160130124)
FAKULTAS
TEKNIK JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH
2017
Kata
pengantar
Puji
syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan
harapan kami semoga maklah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca untuk kedepannya dapat mempebaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih bak lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
Bukit indah,06 Maret 2017
Penyusun
BAB
I
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
.............................................................................................i
DAFTAR
ISI
...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah
..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bentuk bentuk perkawinan yang dilarang
.........................................................2
2.2 Wanita wanita yang haram dinikahi
..................................................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.....................................................................................................17
3.2
Saran.................................................................................................................17
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................18
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan suatu akad untuk menghalalkan
hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan
hidup berkeuarga yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dari pengertian itu dapat kita ketahui bawasanya untuk
menciptakan kehidupan keluarga yang bahagia, kemudian menghalalkan hubungan
antara laki-laki dan perempuan, membangun rumah tangga yang tentram atas dasar
cinta dan kasih sayang.
Dalam agama islam sudah jelas mana pernikahan yang
dilarang dan mana yang diperbolehkan. Adapun yang dimaksud pernikahan yang
dilarang yakni bentuk-bentuk perkawinan yang tidak boleh dilakukan seperti
kawin Mut'ah, kawin Syighor dan lain-lain. Bentuk perkawinan tersebut merupakan
bawaan yang berasal dari zaman jahiliyah yang mana pada zaman ini orang-orang
bagaikan binatang yang memiliki prinsip siapa kuat dialah yang berkuasa.
Adapun pernikahan yang diperbolehkan yaitu pernikahan
yang sesauai dengan syari'a tseperti ada kedua mempelai, saksi dan wali serta
mahar dan apabila salah satu diantara syarat-syarat terssebut tidak dipenuhi
maka pernikahannya tidak sah atau batal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana bentuk bentuk perkawinan yang di larang ?
2.
Bagaimana wanita yang haram dinikahi ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bentuk bentuk
perkawinan yang dilarang.
Allah tidak membiarkan para hamba-Nya hidup tanpa
aturan. Bahkan dalam masalah pernikahan, Allah dan Rasul-Nya menjelaskan
berbagai pernikahan yang dilarang dilakukan. Oleh karenanya, wajib bagi seluruh
kaum muslimin untuk menjauhinya.
Adapun bentuk-bentuk pernikahan yang dilarang dalam
islam antara lain :
1. Nikah Mut'ah
Pengertian Mut’ah
Mut’ah berasal dari kata tamattu’ yang berarti
bersenang-senang atau menikmati.[1] Adapun
secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan
memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan
berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta
tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling
mewariri antara keduanya meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu.
Dalam kitab minhajul muslimin halaman 437 disebutkan
" Nikah mut'ah adalah nikah yang dilakukan sampai batas waktu
tertentubaik masa itu lama ataupun sebentar, seperti laki-laki menikahi
perempuan pada masa tertentu seperti satu bulan atau satu tahun."
Hukum
Sesungguhnya Rosulullah melarang nikah mut'ah dan
daging himar pada masa perang khoibar[2]
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَسَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَا
خَرَجَ
عَلَيْنَا مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَذِنَ لَكُمْ أَنْ
تَسْتَمْتِعُوا يَعْنِي مُتْعَةَ النِّسَاءِ
Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seorang yang akan memberikan pengumuman dari
Rasulullah saw. keluar menghampiri kami dan berkata: Sesungguhnya Rasulullah
saw. sudah mengizinkan kamu sekalian untuk menikahi kaum wanita secara mut`ah
قَالَ
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ يَقُولُا
كُنَّا
نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لَنَا
نِسَاءٌ فَقُلْنَا أَلَا نَسْتَخْصِي فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ ثُمَّ رَخَّصَ لَنَا
أَنْ نَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِالثَّوْبِ إِلَى أَجَلٍ ثُمَّ قَرَأَ عَبْدُ اللَّهِ
{
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ
لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ }
Abdullah bin Mas`ud ra., ia berkata:
Kami pergi berperang bersama Rasulullah saw. tanpa
membawa istri lalu kami bertanya: Bolehkah kami mengebiri diri? Beliau melarang
kami melakukan itu kemudian memberikan rukhsah untuk menikahi wanita dengan
pakaian sebagai mahar selama tempo waktu tertentu lalu Abdullah membacakan
ayat: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[3]
Namun golongan syi’ah dalam hal ini ada yang
membolehkan nikah mut’ah dengan syarat-syarat sebagai berikut “ kalimat y6ang
digunakan dalam perkawinan adalah Zawajtuka/ Unkihuka ( aku akwinkan
?aku nikahkan engkau )atau dengan lafadz Matta’tuka 9 aku nikahkan mut’ah
engkau )[4]
Dalam perkawinan ini apabila mas kawin tidak
disebutkan dan batas wakatunya juga tidak disebutkan amka batal nikahnya,
sedangkan apabila maskawinnya disebutkan tetapi batas awaktunya tidak maka akan
maenjadi paernikahan biasa.
Mengenai masalah anak yangdilahiarkan dari pernikahan
ini statusnya adalah maenjadi anaknya sendiri, Akantetapi tidak ada thalak dan
li’an, juga tidak ada waris mewarisi antara suami istari, anak berhak mewaris
dari ayah maupun ibunya begitu juga sebaliknya.
Hukum nikah ini adaalh batal, dan jika terjadi maka
wajib fasak ( rusak ) dan mahar wajib dibayar jika telah menyetubuhi
perempuannya dan jika belum bersetubuh maka tidak wajib membayar mahar.[5]
2. Nikah
Syighor
Pengertian
Menurut bahasa Assyighor berarti mengangkat.
Seolah-olah seorang laki-laki berkata “ janganlah engkau angkat kaki anakku
perempuan sebelum aku juga mengangkat kaki anak perempuanmu ‘[6]
Definisi nikah ini juga sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada
orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku
dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka
aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu”[7]
Hukum
Berdasarkan hadits Rosulullah SAW :
“ Tidak ada nikah syighar dalam Islam”[8]
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Dan
nikah syighar ialah seorang lelaki mengawinkan putrinya kepada orang lain
dengan syarat orang itu mengawinkannya dengan putrinya tanpa mahar antara
keduanya[9]
(ولا) يصح (نكاح شغار) للنهي عنه
في خبر الصحيحين، (كزوجتكها على أن تزوجني بنتك وبضع كل) منهما (صداق الاخرى
فيقبل) ذلك. وكذا لا يصح (لو سميا معه) أي مع البضع (ما لا)، كأن قال وبضع كل
واحدة وألف صداق الاخرى
"Nikah Syighor hukumnya tidak sah karena dilarang
oleh nabi Muhammad SAW dalam hadis bukhori muslim seperti perkataan seseorang
" aku nikahkan dia (pr) kepadamu asalkan kamu mengawinkan putrimu kepadaku
dan vagina mereka masing-masing sebagai mahar"[10]
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram
dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas kawin ataukah tidak .
Akan tetapi menurut imam Abu Hanifah perkawinan
tersebut sah saja asal ada maskawin untuk perempuan yang dinikahi, sebab
seorang perempuan buakanlah sebuah maskawin. Akad dalam nikah ini sah, akan
tetapi maskawin harus diganti dengan mahar mitsil yang seimbang.[11]
3. Nikah Tahlil
Pengertian
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita
yang sudah ditalak tiga oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut
mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh
suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah wanita
itu selesai.
Dikatakan muhallil karena ia dianggap membuat halal
lagi bekas suami yang dulu agar bisa mengawini bekas istrinya yang sudah
ditalak bain.
Hukum
Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam
perbuatan dosa besar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat
muhallil*) dan muhallala lahu** )
Menurut Imam Syafi’I perkawinan ini sama saja dengan
nikah mut’ah karena seolah-olah wali si perempuan yang dinikahkan berkata
kepada calon suaminya “ ku nikahkahn engkau dengannya dengan syarat setelah
engkau melakukan hubungan seksual engkau harus menceraikannya “. Berarti ada
batasan waktu dalam perkawinan ini, untuk itu hukumnya tidak diperbolehkan.
4. Nikah Badal
Artinya pernikahan dengan saling tukar-menukar istri,
misalnya seorang yang telah beristri menukarkan istrinya dengan istri orang
lain dengan menambah sesuatu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
5. Nikah
Istibdlo’
Yakni pernikahan yang dilakukan oleh seorang wanita
yang sudah bersuami dengan laki-laki lain dengan tujuan untuk mendapatkan benih
keturunan dari laki-laki tersebut, setelah diketahui jelas kehamilannya maka
diambil kembali oleh suaminya yang pertama.
6. Nikah
Righoth
Yakni pernikahan yang dilakukan beberapa laki-laki
secara bergantian menyetubuhi wanita, setelah wanita tersebut hamil dan
melahirkan wanita tersebut menunjuk salah satu diantara laki-laki yang
menyetubuhinya untuk
*) Muhallil adalah seorang laki-laki yang
menikahi seorang wanita atas suruhan suami sebelumnya yang telah mentalaknya
tiga kali. Hal ini bertujuan agar mantan suami itu dapat menikahi wanita
tersebut setelah masa ‘iddahnya selesai.
**) Muhallala lahu adalah seorang suami yang telah
mentalak tiga isterinya kemudian menyuruh seorang laki-laki untuk menikahi
mantan isterinya lalu mentalaknya agar ia dapat menikahi mantan isterinya
kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.
berlaku sebagai bapak dari anak yang dilahirkan,
kemudian antara keduanya berlaku kehidupan sebagai suami istri.
7. Nikah
Baghoya
Yaitu pernuikahan yang ditandai dengan adanya hubungan
seksual dengan beberapa wanita tuna susila dengan beberapa laki-laki tuna
susila. Setelah terjadi kehamilan diantara wanita tersebut maka dipanggillah
seorang dokter untuk menentukan satu diantara laki-laki tersebut sebagai
bapaknya berdasarkan tingkat kemiripan antara anak dengan laki-laki yang
menghamili.
8. Nikah dengan
wanita pezina
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Artinya : Pezina laki-laki tidak boleh menikah
kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina
perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan
laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.”
[An-Nuur : 3]
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak
boleh menikah dengan seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga
kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala yang artinya “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki
yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula),
sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan
laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu
bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang
mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]
Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat
yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka
boleh dinikahi.
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai
laki-laki yang berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya,
beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang
pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal”[12]
9. Nikah saat
melakukan Ihrom
Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak
boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi shallal-laahu ‘alaihi wa sallam
“ Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau
melamar”[13]
10. Nikah
dengan istri yang ditalak tiga
Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga.
Tidak dihalalkan bagi suami untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan
orang lain dengan pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi
cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikahi wanita itu
kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya “
Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian
jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya
(suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang
berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan
laki-laki lain dan ingin kembali kepada suaminya yang pertama, maka
ketententuannya adalah keduanya harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian
terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang
pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam,
“ Tidak, hingga engkau merasakan madunya (ber-setubuh)
dan ia merasakan madumu”[14]
11. Nikah
dengan wanita yang senasab atau ada hubungan kekeluargaan
Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya “
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu,
saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara
perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak
perempuan dari saudara perem-puanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara
perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak
perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah kamu
ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam
pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [An-Nisaa' : 23]
12. Nikah
dengan wanita yang masih bersuami
Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya “ Dan
(diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami...” [An-Nisaa' : 24]
13. Nikah
dengan lebih dari empat orang
Berdasarkan firman Allah Ta’ala “ Dan jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga, atau empat...” [An-Nisaa' : 3]
Ketika ada seorang Shahabat bernama Ghailan bin
Salamah masuk Islam dengan isteri-isterinya, sedangkan ia memiliki sepuluh
orang isteri. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
memilih empat orang isteri, beliau bersabda” Tetaplah engkau bersama keempat
isterimu dan ceraikanlah selebihnya”[15]
Juga ketika ada seorang Shahabat bernama Qais bin
al-Harits mengatakan bahwa ia akan masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan
orang isteri. Maka ia mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakan keadaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersab “
Pilihlah empat orang dari mereka”.
2.2.Wanita
wanita yang haram dinikahi
Wanita-wanita
yang haram karena hubungan kerabat
|
Wanita-wanita
yang haram karena pernikahan
|
Wanita-wanita
yang haram karena satu susuan
|
1.
Ibu
|
Ibu istri
(mertua)
|
Ibu susu
(nenek)
|
2.
Anak perempuan
|
Anak
perempuan dari istri yang sudah di ukhul (digauli)
|
Ibu ibu
susu (nenek dari pihak ibu susu)
|
3.
Saudari perempuan
|
Istri anak
(menantu perempuan)
|
Ibu bapak
(kakek)
|
4.
Bibi dari pihak ayah (saudari perempuan ayah)
|
Istri
bapak (ibu tiri)
|
Saudari
perempuan ibu susu (bibi dari pihak ibu susu)
|
5.
Bibi dari pihak ibu (saudari perempuan ibu)
|
Saudari
perempuan bapak susu
|
|
6.
Anak perempuan saudara laki – laki
|
Cucu
perempuan dari ibu susu
|
|
7.
Anak perempuan saudari perempuan
|
Saudari
perempuan sepersusuan
|
Para
ulama telah mengambil beberapa kesimpulan hukum mengenai adanya
perempuan-perempuan yang haram dinikahi. Ada yang haram dinikahi selamanya, ada
pula yang haram dinikahi untuk sementara waktu, karena adanya kondisi atau
sebab tertentu.
A. Perempuan yang haram dinikahi
1. Haram dinikahi karena nasab
Yang dimaksud dengan nasab adalah jalur keturunan. Termasuk dalam kategori perempuan yang haram dinikahi karena nasab adalah:
·
Ibu kandung
Yang dimaksud dengan ibu bukan hanya perempuan yang melahirkan kita (ibu kandung kita). Termasuk dalam kategori ibu adalah ibunya ibu kita (nenek kita), neneknya ibu, dan seterusnya ke atas. Termasuk juga ibunya bapak kita, neneknya bapak, dan begitu terus ke atas.
Mereka
adalah perempuan yang amat kita hormati, secara manusiawi telah menghantarkan
keberadaan kita sebagai manusia di dunia ini. Islam memuliakan mereka dengan
mengharamkan menikahi mereka selama-lamanya.
·
Anak perempuan kandung
Yang dimaksud dengan anak perempuan adalah anak kandung kita yang perempuan, anaknya anak perempuan kita (cucu kita), dan terus ke bawah. Mereka adalah darah daging kita sendiri, generasi penerus kita, dan harus kita jaga, pelihara serta lindungi. Islam telah menjadikan mereka sebagai perempuan yang diharamkan untuk dinikahi selamanya.
·
Saudara perempuan
Yang dimaksud saudara perempuan adalah semua perempuan yang menjadi anak kandung dari bapak dan ibu kita, seperti kakak kandung atau adik kandung. Termasuk juga anak perempuan dari bapak kita saja, juga anak perempuan dari ibu kita saja. Seperti ketika bapak dan ibu menikah dalam status sebagai duda atau janda yang telah beranak, maka anak perempuan dari bapak atau anak perempuan dari ibu tersebut termasuk haram dinikahi selamanya.
·
Bibi dari pihak ayah
Yang dimaksud adalah semua perempuan yang menjadi saudara kandung ayah kita, baik yang menjadi anak dari kakek dan nenek kita, atau salah satu dari keduanya; atau saudara perempuan dari kakek kita. Termasuk juga saudara perempuan dari bapaknya ibu kita
Mereka semua
termasuk kategori saudara dekat yang diharamkan untuk menikahi selamanya.
·
Bibi dari pihak ibu
Yaitu semua perempuan yang menjadi saudara kandung ibu kita, baik yang lahir dari kakek dan nenek kita atau salah satu dari keduanya, atau saudara perempuan dari nenek kita. Termasuk juga saudara perempuan dari ibunya ayah kita. Sebagaimana bibi dari pihak ayah, maka bibi dari pihak ibu inipun masuk dalam kategori keluarga dekat yang haram dinikahi selamanya.
·
Anak perempuan saudara laki-laki
Yaitu anak-anak perempuan dari saudara kita yang laki-laki baik saudara kandung maupun tiri. Mereka adalah kemenakan kita, dan kitapun diharamkan menikahi mereka selamanya.
·
Anak perempuan saudara perempuan
Yaitu anak-anak perempuan dari saudara kita yang perempuan baik saudara kandung maupun tiri. Sebagaimana kemenakan dari saudara laki-laki, maka kemenakan dari saudara perempuan inipun haram dinikahi selamanya.
2. Haram dinikahi karena pernikahan
Bagian kedua dari perempuan yang
haram dinikahi selamanya adalah karena sebab pernikahan. Termasuk dalam
kategori ini adalah:
·
Ibu dari isteri kita, dan nenek isteri kita dari pihak ayah maupun ibu
Ibu dari isteri kita atau kita sebut
mertua, statusnya seperti ibu kita sendiri. Dialah yang melahirkan isteri kita,
sehingga seandainyapun kita sudah berpisah dengan isteri disebabkan karena
isteri meninggal atau bercerai, maka ibu mertua kita tetap haram dinikahi
selamanya.
·
Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli
Yang dimaksud adalah anak perempuan dari
isteri kita, yang dihasilkan dari perkawinan sebelumnya dengan laki-laki lain.
Termasuk juga anak perempuan dari anak perempuan tiri, cucu-cucu perempuannya
dan terus ke bawah. Mereka adalah perempuan yang haram dinikahi untuk
selamanya, jika ibunya sudah digauli dalam sebuah pernikahan yang sah.
Seandainya ibunya belum digauli sudah terlanjur berpisah karena meninggal
atau bercerai, maka anak tiri perempuan itu boleh dinikahi.
·
Istri dari anak kandung kita, dan isteri dari cucu kita
Jika kita punya anak laki-laki dan telah punya isteri, maka isteri dia haram kita nikahi selamanya. Demikian pula anak-anak kita baik yang laki-laki ataupun perempuan, jika mereka punya anak laki-laki, yang berarti cucu kita, ketika cucu laki-laki tersebut punya isteri maka isteri mereka haram kita nikahi selamanya.
·
Ibu tiri
Ibu tiri yaitu perempuan yang dinikahi ayah meskipun belum pernah digaulinya. Pernikahan seperti ini dahulu banyak terjadi di zaman jahiliyah sebelum kedatangan Islam. Allah telah mengharamkan perbuatan seperti itu, dan menganggap sebagai perbuatan yang keji, dibenci dan jalan yang buruk.
3. Haram
dinikahi karena Susuan
Yang diharamkan dinikahi untuk selamanya, selain karena sebab nasab dan perkawinan, adapula yang karena sebab susuan. Ada tradisi pada sebagian kalangan masyarakat di zaman Nabi hidup yang menyusukan anaknya pada perempuan penyusu yang banyak dijumpai pada waktu itu. Karena adanya susuan ini, beberapa pihak menjadi haram dinikahi selamanya, yaitu:
Yang diharamkan dinikahi untuk selamanya, selain karena sebab nasab dan perkawinan, adapula yang karena sebab susuan. Ada tradisi pada sebagian kalangan masyarakat di zaman Nabi hidup yang menyusukan anaknya pada perempuan penyusu yang banyak dijumpai pada waktu itu. Karena adanya susuan ini, beberapa pihak menjadi haram dinikahi selamanya, yaitu:
·
Ibu susu
Yang dimaksud ialah seorang perempuan yang menyusui anak orang lain. Kendatipun bukan ibu kandung, ia telah dianggap sebagai ibu dari anak yang menyusu kepadanya. Untuk itu, ibu susu haram dinikahi oleh anak yang menyusu kepadanya selama-lamanya.
·
Ibu dari ibu susu
Yang dimaksud adalah ibu dari perempuan yang menyusui anak orang lain. Ia
juga haram dinikahi selamanya karena ia telah menjadi nenek dari anak yang menyusu
tersebut.
·
Ibu dari suami ibu susunya
Ibu dari suami perempuan yang menyusui anak orang lain termasuk haram dinikahi selamanya, karena ia merupkan neneknya juga, dari jalur bapak. Islam meletakkan posisi ibu susu, suami ibu susu, ibu dari ibu susu dan ibu dari suami ibu susu seakan-akan sama dengan ibu kandung, bapak kandung, serta nenek kandung dari jalur ibu dengan jalur ayah.
·
Saudara perempuan ibu susunya
Yang dimaksud adalah kakak atau adik yang perempuan dari ibu susunya. Mereka ini haram dinikahi selamanya karena telah menjadi bibi susunya.
·
Saudara perempuan dari suami ibu susunya
Yang dimaksud adalah kakak atau adik perempuan dari suami ibu susu. Mereka juga hara, dinikahi selamanya karena telah menjadi bibi susunya.
·
Cucu perempuan ibu susunya
Ketika ibu susu punya anak baik laki-laki maupun perempuan, lalu anak-anak ibu susu ini memiliki anak perempuan dari pernikahan mereka, maka cucu perempuan dari ibu susu ini haram dinikahi selamanya. Mereka menjadi anak perempuan dari saudara laki-laki dan perempuan yang sesusuan dengannya.
·
Saudara perempuan sesusuan
Yang dimaksud adalah saudara perempuan sesusuan baik yang sekandung, maupun hanya seayah atau seibu saja. Jadi anak perempuan ibu susu, atau anak perempuan yang dihasilkan dari pernikahan sebelumnya dari ibu susu atau suaminya, termasuk haram dinikahi selamanya.
.
B. Perempuan yang haram dinikahi
sementara
Di
depan telah dijelaskan perempuan yang haram dinikahi selamanya karena sebab
nasab, pernikahan dan susuan. Berikut adalah perempuan yang haram dinikahi
sementara karena adanya sebab tertentu atau kondisi tertentu.
·
Memadu dua orang perempuan bersaudara
Tidak dibolehkan menikahi dua orang sekaligus perempuan yang bersaudara kandung, atau seorang perempuan dengan bibi dari ayahnya, atau seorang perempuan dengan bibi dari ibunya. Termasuk juga diharamkan memadu dua orang perempuan yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, dimana seandainya salah satu dari kedua perempuan tersebut adalah laki-laki, maka tidak dibolehkan menikah satu dengan lainnya. Misalnya memadu antara seorang perempuan dengan anak perempuan saudara laki-lakinya atau dengan anak perempuan saudara perempuannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan diharamkan kamu memadu antara
dua orang perempuan bersaudara, kecuali yang telah berlalu” (An Nisa’:23).
Demikian juga, Abu Hurairah pernah
meriwayatkan:
“Sesungguhnya Nabi saw melarang
memadu seorang perempuan dengan bibi dari ayahnya atau dengan bibi dari ibunya”
(riwayat Bukhari dan Muslim).
Fairuz Ad Dailami menceritakan bahwa
ia masuk Islam dalam kondisi memiliki dua isteri yang masih bersaudara, maka
Nabi saw bersabda kepadanya, “Ceraikanlah salah satu dari keduanya yang kau
kehendaki” (riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
·
Istri orang lain atau Mantan istri orang lain yang sedang iddah
Tidak dibolehkan menikahi perempuan yang telah sah menjadi isteri orang lain, atau mantan isteri orang lain yang tengah menjalani masa iddah. Mereka baru boleh dinikahi apabila telah sah bercerai dengan suaminya dan telah selesai masa iddahnya.
·
Perempuan yang ditalak tiga kali
Perempuan yang telah ditalak tiga kali tidak halal bagi suaminya yang pertama sebelum ia dinikahi oleh laki-laki lain dengan pernikahan yang sah. Artinya, perempuan yang telah ditalak tiga kali, halal bagi laki-laki lain menikahinya, akan tetapi justru haram bagi mantan suaminya yang telah mentalak tiga kali untuk menikahinya kembali. Baru boleh dinikahi, setelah sang isteri menikah lagi dengan laki-laki lain, dan juga telah bercerai dengan suaminya tersebut.
·
Perempuan yang sedang ihram
Seseorang yang sedang ihram baik laki-laki maupun perempuian tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan, sebagaimana sabda Nabi saw:
“Orang yang ihram tidak boleh
menikah dan dinikahkan dan tridak boleh pula meminang” (riwayat Muslim).
Artinya, perempuan ini haram
dikhitbah dan dinikah selama masih ihram. Nanti seusai ihram ia halal dikhitbah
dan dinikah.
·
Perempuan budak
Para ulama sependapat bahwa budak laki-laki boleh menikah dengan budak perempuan, dan perempuan merdeka boleh dinikahi laki-laki budak asalkan ia dan walinya rela. Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh laki-laki merdeka menikahi budak perempuan, kecuali apabila ia tidak mampu menikah dengan perempuan merdeka, atau karena takut terjerumus ke dalam perzinahan.
Akan tetapi Abu Hanifah berpendapat
laki-laki merdeka boleh menikah dengan budak perempuan sekalipun ia mampu
menikah dengan perempuan merdeka, kecuali jika ia telah memiliki isteri
perempuan merdeka. Yang perlu diingat adalah, Islam berorientasi membebaskan
perbudakan, sehingga secara berangsur-angsur perbudakan bisa terhapuskan sama
sekali.
Dengan demikian, budak hendaklah
dibebaskan, sehingga ia merdeka dan bisa dinikahi oleh laki-laki merdeka.
·
Perempuan pezina
Seorang laki-laki beriman tidak dihalalkan menikahi perempuan pezina, demikian pula sebaliknya perempuan beriman tidak dihalalkan menikah dengan laki-laki pezina, kecuali jika mereka telah bertaubat. Mereka baru halal dinikahi apabila telah bertaubat dengan taubat yang sebenarnya.
“Laki-laki berzina tidak menikahi
kecuali melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik. Yang demikian itu diharamkan atas orang-orang beriman” (An
Nur:3).
Ayat di atas menunjukkan keharaman
laki-laki beriman menikahi perempuan berzina dan perempuan musyrik. Demikian
pula perempuan beriman diharamkan menikah dengan laki-laki berzina dan
laki-laki musyrik. Kecuali apabila mereka telah bertaubat dari perbuatan zina
dan dari kemusyrikan.
·
Bekas isteri yang pernah dilaknat
Tidak dihalalkan bagi seorang suami untuk menikahi kembali mantan isterinya yang telah pernah bersama-sama mengadakan sumpah pelaknatan (li’an). Apabila terjadi sumpah pelaknatan, maka perempuan tersebut tidak boleh dinikahi kembali selamanya.
“Dan orang-orang yang menuduh
isterinya (berzina), padahal mereka tidak memiliki saksi-saksi selain diri
mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan
nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar; dan (sumpah) yang
kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk orang yang berdusta” (An
Nur: 6-7)
·
Perempuan musyrik
Para ulama bersepakat bahwa laki-laki muslim
tidak halal menikah dengan perempuan penyembah berhala, perempuan zindiq,
perempuan yang murtad dari Islam, penyembah sapi, perempuan politheis.
“Dan janganlah kami nikahi perempuan-perempuan
musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang beriman lebih
baik dari perempuan musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan perempuan beriman) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada orang musyrik walaupun ia
menarik hatimu” (Al Baqarah : 221).”
Pengarang kitab Al Mughni
menjelaskan, “Seluruh orang kafir selain ahli kitab, seperti penyembah berhala,
batu, pohon dan hewan, di kalangan para ulama tidak ada perbedaan pendapat
tentang haramnya menikah dengan [perempuan-perempuan mereka dan memakan
sembelihan mereka”
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari beberapa
pemaparan diatas maka sudah jelas bawasannya pernikahan yang dilarang dalam
agama islam yakni sebagai berikut:
1. Nikah Mut'ah
2. Nikah Syighor
3. Nikah Tahlil
4. Nikah Badal
5. Nikah
Istibdlo’
6. Nikah Righoth
7. Nikah Baghoya
8. Nikah dengan
wanita pezina
9. Nikah saat
melakukan Ihrom
10. Nikah dengan
istri yang ditalak tiga
11. Nikah dengan
wanita yang senasab atau ada hubungan kekeluargaan
12. Nikah dengan
wanita yang masih bersuami
13. Nikah dengan
lebih dari empat orang
3.2. Saran
Dari uraian kami diatas semoga dapat
dijadikan bahan pembelajaran bagi kita agar dapat melakukan pernikahan yang
sesuai dengan islam dan menjauhi pernikahan-pernikahan yang dilarang dalam
islam. Dan kami mohon kritik serta saran dari teman-teman sekiranya dalam
makalah ini terdapat kekurangan yang sekiranya dapat membangun kami agar
menjadi lebih baik dilain kesempatan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof Dr Zakiyah
Drajat, Ilmu Fiqih Jilid II, Dana Bakti Waqaf, Yogyakarta,
1995hal : 100
good post
BalasHapus