MANUSIA DAN AGAMA

MAKALAH AGAMA
T E N T A N G
MANUSIA DAN AGAMA

DOSEN : Dr.TGK ANWAR ST, M.Ag, MT

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD RIDHA FASHA
(160130124)




FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2017

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... l
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ll

BAB.1 PENDAHULUAN....................................................................................................lll
1.1  Latar Belakang Masalah.................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................................1
1.4  Manfaat Penulisan Makalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................lV
2.1  pengertian manusia.........................................................................................................3
2.2 Asal manusia....................................................................................................................4
2.3 Fungsi manusia................................................................................................................5
2.4 Jati diri manusia...............................................................................................................6
2.5 Agama..............................................................................................................................7
2.6 Fungsi agama....................................................................................................................9
2.7 Gambaran manusia beragama.........................................................................................11
2.8 Kebutuhan manusia dan agama.......................................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................................V

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................Vl
















PENDAHULUAN

            Agama memberikan penjelasan dimana manusia merupakan mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik ataupun buruk. potensi keburukan akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, kekuasaan dan rasa aman. Apabila potensi kebaikan seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi keburukannya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Kajian tentang manusia merupakan kajian yang sangat menarik, karena di samping dapat didekati dari berbagai aspek, hal ini juga menyangkut kita sendiri sebagai manusia. Kajian tentang manusia ini sudah cukup lama dilakukan sejak zaman para filosof kuno di Yunani. Mereka sudah mulai berbicara tentang manusia, di samping juga berbicara tentang Tuhan dan alam semesta. Pengkajian tentang manusia ini juga pada akhirnya melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain. Bersamaan dengan banyaknya kajian tentang manusia,  pada bagian ini akan dipaparkan suatu kajian tentang manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan Allah Swt. dalam al-Quran. Mengkaji manusia berdasarkan ayat-ayat al-Quran menjadi sangat penting, terutama bagi umat Islam, mengingat begitu banyaknya kajian tentang manusia dengan pendekatan lain. Kajian ini untuk memberikan informasi yang jelas dan benar dan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan oleh al-Quran yang diakui sebagai sumber kebenaran yang hakiki.
Pada bagian ini juga akan dikaji permasalah lain yang sangat terkait dengan permasalahan manusia, yakni permasalahan agama. Agama merupakan suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari manusia, mengingat sejak manusia lahir ke dunia sebenarnya sudah dibekali oleh Allah dengan agama (QS. al-A’raf [7]: 172). Karena itulah, keterkaitan antara manusia dan agama akan dijelaskan pada bagian ini sehingga menjadi jelas bahwa agama  merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan manusia tidak dapat hidup dengan teratur dan sejahtera di dunia ini tanpa agama. Dengan kata lain, fitrah  manusia adalah beragama, sehingga ketika manusia mengaku tidak beragama berarti ia telah membohongi dirinya dan sekaligus telah berbuat zhalim terhadap dirinya.
Kajian ini akan mengurai bagaimana konsep manusia menurut pandangan Islam, khususnya berdasarkan al-Quran. Di samping itu, kajian ini juga akan menganalisis keterkaitan antara manusia dengan agama dan sejauh manakah manusia membutuhkan agama dalam hidup dan kehidupannya sebagai bekal dalam kehidupan nantinya di akhirat.




MANUSIA DAN AGAMA

1.      MANUSIA
Manusia merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Manusia juga merupakan makluk  paling sempurna yang pernah di ciptakan oleh Allah SWT kesempurnaan yang di miliki oleh manusia merupakan salah satu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khifah dimuka bumi ini. Dibandingkan dengan binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun, dalam hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh binatang.
Para ahli ilmu pengetahuan tidak memiliki kesamaan  pendapat mengenai manusia. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya kekuatan dan peran multidimensional yang diperankan oleh manusia. Mereka melihat manusia hanya dari satu aspek saja, padahal aspek yang ada cukup  banyak. Karena itulah hasil pengamatan mereka tentang manusia berbeda-beda antar satu dengan lainnya. Perbedaan aspek ini pula yang kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan manusia. Para ahli juga memberikan sebutan yang berbeda-beda untuk manusia. Ada yang menyebut manusia sebagai  homo sapiens  (binatang yang berpikir), homo volens  (binatang yang berkeinginan),  homo mechanicus  (binatang yang mekanis), dan homo ludens (binatang yang bermain). Sebutan-sebutan seperti ini dapat dipelajari dalam ilmu psikologi dalam berbagai aliran yang ada. Tentu saja dalam disiplin ilmu yang lain, seperti sosiologi, antropologi, dan biologi, sebutan atau pensifatan yang diberikan kepada manusia juga berbeda-beda. 
Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba  Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangannya. Seperti yang dapat kita ketahui hakekat manusia itu sendiri terdiri dari:
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
c.       Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.       Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
e.        Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.       Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.        Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.      Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.

·         Asal Manusia
Al-Quran tidak membicarakan proses kejadian manusia secara detail, sebagaimana yang dijelaskan oleh ilmu biologi atau  ilmu kedokteran. Namun demikian, al-Quran memberikan isyarat mengenai asal kejadian manusia yang tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, khususnya biologi. Mengenai asal kejadian manusia ini, al-Quran menjelaskan melalui beberapa ayatnya yang dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu, Al-Quran menegaskan bahwa manusia pertama adalah Adam a.s. Allah menciptakan Adam a.s. melalui proses yang unik dan  berbeda dengan manusia-manusia lainnya. Allah dengan sifat Maha Kuasa-Nya menciptakan Adam dari tanah (turab) dan hanya dengan firman-Nya: “kun fayakun” yang berarti jadilah, maka jadilah ia. Allah Swt. berfirman:
لَهُ لَقَ ثُمَّتُرَابٍ مِنْ خَلَقَهُ ۖ آدَمَ كَمَثَلِاللَّهِ عِنْدَ عِيسَىٰ مَثَلَ إِنَّ
فَيَكُونُ كُنْا
Artinya: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 59).

 Manusia yang lain (selain Adam atau keturunan Adam) diciptakan oleh Allah dari saripati tanah, yang berproses menjadi sperma (nuthfah), segumpal darah (‘alaqah), segumpal daging (mudghah), tulang belulang (‘izham), hingga menjadi janin (khalqan akhar). Proses manusia selanjutnya dijelaskan, mulai dalam  kandungan manusia dibekali ruh kemudian potensi pendengaran, penglihatan, dan hati. Dalam al Quran surat al-Sajdah (32): 9 yang berbunyi “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan) Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
Terdapat beberapa potensi manusia yaitu
a.       Potensi Kecerdasan (IQ) : potensi ini seperti Al-Quran mengisyaratkan hal ini dengan menjelaskan proses pengajaran yang diberikan oleh Allah kepada Adam, yang dalam waktu singkat dapat menguasai semua nama yang ada di surga.
b.      Potensi Tauhid (Agama) : Hal ini diisyaratkan oleh al-Quran dengan persaksian yang diberikan oleh Allah kepada jiwa (ruh) yang ada pada setiap calon bayi yang masih dalam kandungan sang ibu. Semua jiwa itu mempersaksikan bahwa Allah sebagai Tuhannya.

·         Fungsi Manusia
Allah menciptakan manusia untuk menempati bumi ini, bukan di surga sebagaimana yang ditempati Adam pada awalnya. Dengan proses yang terjadi, akhirnya Adam diturunkan oleh Allah dari surga ke bumi kita ini. Di bumi inilah manusia dapat berperan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Peran apa saja yang dimainkan manusia di bumi ini, al-Quran menggariskan jangan sampai manusia keluar dari dua fungsi pokoknya, yakni:
Ø  Fungsi kekhalifahan (khalifah Allah). Kehadiran manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah atau wakil Allah di bumi.  Khalifah bisa juga diartikan sebagai pemimpin. Karena itu, manusia harus dapat memerankan dirinya sebagai pemimpin di muka bumi ini. Allah Swt. . Fungsi kepemimpinan ini harus diperankan manusia sesuai dengan kapasitasnya masing-masing yang banyak didukung oleh potensi kecerdasannya. Ada manusia yang dapat mencapai derajat kepemimpinan tertinggi, seperti presiden, gubernur, atau bupati, namun ada juga yang hanya mampu menjadi pemimpin atas dirinya sendiri.
Ø  Fungsi ibadah (hamba Allah). Di samping manusia harus menjadi khalifah di bumi, manusia juga harus melakukan fungsi utamanya, yakni beribadah kepada Allah. Allah Swt yang berfirman “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. al-Dzariyat [51]: 56).
Fungsi ibadah ini dapat dijalankan manusia sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah melalui al-Quran dan juga yang dijelaskan oleh Nabi melalui hadisnya. Fungsi ini sangat didukung oleh potensi agama yang dimiliki manusia. Semakin tinggi potensi keagamaan  manusia, maka akan semakin maksimal dia dapat beribadah kepada Allah. Dua fungsi di atas harus berjalan bersama-sama dan tidak boleh manusia hanya menjalankan satu fungsi saja serta meninggalkan fungsi yang lain. Sebagai teladan manusia, Nabi Muhammad saw. menyontohkan bagaimana melakukan kedua fungsi itu dalam kehidupan beliau, baik sebagai kepala negara maupun sebagai nabi, yang dua-duanya dijalankan dengan sebaik mungkin. Sebagai umatnya kita pun harus meneladaninya dengan berusaha memaksimalkan kedua fungsi itu dalam kehidupan kita.

·         Jati Diri Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. Al Tin(95):  Kesempurnaan manusia ini tidak hanya  dilihat dari segi bentuk fisiknya, namun juga dari segi psikisnya. Allah menganugerahkan beberapa potensi kepada manusia sehingga manusia memperoleh kemuliaan dan keutamaan dibanding dengan makhluk-makhluk lain. Allah Swt. berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baikbaik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(QS. al-Isra’ [17]:70).
Allah menganugerahkan kepada manusia akal sehingga  dengannya manusia dapat memiliki ilmu pengetahuan untuk membekalinya dalam memfungsikan dirinya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi ini. Potensi yang dimiliki manusia ada yang cenderung ke arah positif dan ada yang cenderung ke arah negatif. Karena itu, Allah memberikan petunjuk agama kepada manusia agar dapat mencapai puncak tertinggi dari kemanusiaannya itu. Dengan potensi inilah manusia melebihi makhluk-makhluk lainnya, termasuk para malaikat.  Namun demikian, tidak semua manusia dapat mempertahankan kemuliannya. Allah dapat mengembalikan manusia pada tempat (kedudukan) yang serendah-rendahnya, jika manusia tidak lagi mengikuti petunjuk-petunjuknya. Manusia akan mencapai tingkat yang setinggi-tingginya apabila terjadi perpaduan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya, antara kebutuhan fisik dan jiwanya. Namun, jika ia hanya memperhatikan dan melayani kebutuhan jasmaninya saja, maka ia akan kembali kepada proses kejadiannya sebelum Ruh Ilahi ditiupkan kepadanya. Manusia yang beriman dan beramal shalihlah yang akan terhindar dari kondisi yang rendah ini (QS. al-Tin [95]:6).

2.      AGAMA
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuhan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kestabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Kita mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan oleh agama dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan kekecewaan pada manusia, karena betapa sering perwujudan agama gagal. Begitu juga kita telah merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh tradisi manusia. Barangkali kita juga telah mengambil sikap baru terhadap agama lain yang bukan agama kita peluk sendiri. Bukan dalam arti bahwa kita menyetujui semua agama tersebut. Dalam menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal yang mengharuskan garis batas keyakinan agama lain terlewati. Namun barangkali kita telah dapat memandang agama-agama tersebut sebagai keyakinan yang dianut oleh manusia yang hidup, yaitu orang-orang yang juga mempertanyakan berbagai masalah dasar yang juga kita pertanyakan, mereka juga mencari hidup yang lebih luhur terhadap agamanya.Agama mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dan pada pengalaman hidup.
Secara etimologis kata ‘agama’ berasal dari bahasa  Sangskerta, yakni  a dan  gama. A  berarti tidak dan  gama  berarti kocar-kacir atau berantakan. Jadi agama berarti tidak berantakan atau teratur. Dengan makna ini, dapat dipahami bahwa agama memberikan serangkaian aturan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak berantakan. Agama menyampaikan para pemeluknya kepada suatu cara hidup yang teratur (Anshari, 1979: 114). Dari makna etimologis ini, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan atau ketentuan hidup yang melekat dalam diri manusia agar hidupnya teratur yang merupakan cara menuju suatu kehidupan yang selamat. Yang harus juga ditegaskan di sini adalah bahwa aturan dalam agama ini harus bersumber dari sesuatu yang dipandang melebihi kekuasaan manusia, yakni Tuhan.
Secara terminologis agama didefinisikan oleh para ahli dengan bervariasi, tergantung dari latar belakang mereka masing-masing. Para ahli agama akan berbeda dalam mendefinisikannya dengan para filosof atau ahli filsafat. Begitu juga para penganut agama yang berbeda akan mendefinisikan agama dengan berbeda-beda pula, tergantung dengan agama yang dipeluknya. Endang Saefuddin Anshary mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia dengan suatu kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi untuk dipuja, dimohon pertolongan dalam mengatasi kesulitan hidupnya. Sedang Thaib Thahir Abdul Muin mendefinisikan agama sebagai ketentuan ketuhanan yang mengantarkan manusia dengan berpegang kepadanya kepada kebahagiaan dunia dan kesejahteraan akhirat.
Agama merupakan suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan polapola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut „agama‟ (religious). Ellis, tokoh terapi kognitif behavioral menulis dalam  Journal of Counseling and Clinical Psychology terbitan 1980. Agama yang dogmatis, ortodoks dan taat (yang mungkin kita sebut sebagai kesalehan) bertoleransi sangat signifikan dengan gangguan emosional  orang umumnya menyusahkan dirinya dengan sangat mempercayai kemestian, keharusan dan kewajiban yang absolut. Orang sehat secara emosional bersifat lunak, terbuka, toleran dan bersedia berubah, sedang orang yang sangat relegius cenderung kaku, tertutup, tidak toleran dan tidak mau berubah, karena itu kesalehan dalam berbagai hal sama dengan pemikiran tidak rasional dan gangguan emosional (Rakhmad 1996).
Menurut Ishomuddin (2002) menyatakan Banyaknya dari apa yang berjudul agama termasuk dalam superstruktur, agama terdiri atas tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka, akan tetapi karena agama juga mengandung komponen ritual maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.
Agama merupakan sebuah kebutuhan fitrah manusia, fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia. Naluri beragama merupakan fitrah sejak lahir di samping naluri-naluri lainnya, seperti: untuk mempertahankan diri dan mengembangkan  keturunan, maka agama merupakan naluri (fitrah) manusia yang dibawa sejak lahir. Agama Islam adalah agama terakhir, agama keseimbangan dunia akhirat, agama yang tidak mempertentangkan iman dan ilmu, bahkan menurut sunnah Rasulullah, agama yang mewajibkan manusia baik pria maupun wanita (Daud 1998).
Allah SWT telah mewahyukan agama ini dalam nilai kesempurnaan yang tinggi, kesempurnaan yang mana meliputi segi-segi fundamental tentang duniawi dan ukhrowi guna menghantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir dan batin serta dunia dan akhirat. Setiap manusia pasti ada dorongan untuk beragama. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang mempunyai landasan alamiah, dalam watak kejadian manusia dalam relung jiwanya, manusia merasakan adanya suatu dorongan yang mendorong untuk mencari dan memikirkan Sang Pencipta.
Najati (1985) menyatakan Agama memiliki peraturan yang mutlak berlaku dengan segenap manusia dan bangsa, dalam  semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh Sang Pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatnya itu betul-betul adil, secara terperinci, agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakekat kemanusiaan (human nature), dan asal-usulnya (anthropologies) dan moral (ethics). Aspek religius agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya faktor keimanan dalam hal ini sangat menentukan. Pondasi dalam beragama adalah iman, maka tanpa  iman, perilaku kehidupan manusia tidak akan tertata, keberagamaan yang kuat mampu mewujudkan hidup yang damai dan sejahtera.

·         Fungsi Agama
Menurut Jalaluddin (2004) agama  memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
a.       Fungsi edukatif
Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.
b.      Fungsi penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat.
c.       Fungsi perdamaian 
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama.
d.      Fungsi pengawasan sosial
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara individu maupun kelompok.
e.       fungsi pemupuk rasa solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadangkadng dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.
f.       Fungsi transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai  dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiaannya  kepada adapt atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.
g.      Fungsi kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan
orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h.      Fungsi sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala  usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi agama bagi manusia yaitu fungsi edukatif, fungsi penyelamat, fungsi perdamaian, fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk solidaritas, fungsi transformatif, fungsi kreatif dan fungsi sublimatif.

·         Gambaran Manusia Beragama (Ekspresi Religius)
Gambaran pokok manusia beragama adalah penyerahan diri. Ia menyerahkan diri kepada sesuatu yang Maha Ghaib lagi Maha Agung. Ia tunduk lagi patuh dengan rasa hormat dan khidmat. Ia berdo’a, bersembahyang, dan berpuasa sebagai hubungan vertikal (hablun minallah) dan ia juga berbuat segala sesuatu kebaikan untuk kepentingan sesama umat manusia (hablun minannas), karena ia percaya bahwa semua itu diperintahkan oleh Zat Yang Maha Ghaib serta Zat Yang Maha Pemurah. Penyerahan diri itu oleh manusia yang beragama tidak merasa dipaksa oleh sesuatu kekuatan yang ia tidak  dapat mengalahkan. Penyerahan diri itu dirasakan sebagai pengangkatan  terhadap dirinya sendiri karena dengan itu ia akan mendapat keselamatan dan  kebahagiaan yang abadi.
Penyerahan diri itu dilakukan dengan perasaan hormat dan khidmat dengan iman dan kepercayaan dengan pengertian di luar jangkauan manusia (metarasional). Penyerahan diri manusia itu bersifat bebas dan merdeka. Dengan rasa kesadaran dan kemerdekaan ia memeluk agama dan menjalankan peraturanperaturan yang ia anggap dari Zat Yang Maha Ghaib itu. Dia merdeka bukan berarti bebas dan merdeka untuk berbuat segala sesuatu yang ia inginkan. Ia tidak bisa berbuat lain karena ia yakin bahwa berbuat lain adalah suatu pelanggaran yang berakibat akan membinasakan kepada dirinya. Di sinilah ia menemukan rasa tenteram dan bahagia (bandingkan dengan Belanda menyerah kepada tentara Jepang). 
Pengalaman manusia beragama dalam menjalankan aturan-atura agama mengintegrasikan hidupnya, sehingga hidupnya menjadi bertujuan dan bermakna. Tujuan itu terdapat dalam agama. Seringkali kita melihat orang yang berkecukupan, berilmu, berpangkat, dan berkuasa tetapi merasa bahwa hidupnya sepi, kosong, tidak ada kesatuan dan merasa adanya  disintegrasi karena tidak adanya tujuan (lonely in the crowd).

·         Kebutuhan Manusia dan Agama
Kefitrahan agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena agama merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama manusia memiliki perasaan takut dan cemas, selama itu pula manusia membutuhkan agama. Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat digantikan dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek material. Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam kehidupan manusia. Masyarakat Barat yang telah mencapai kemajuan material ternyata masih belum mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya.
Manusia dengan akalnya dapat melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi akal saja tidak mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi manusia. Terkait dengan hal ini agama sangat berperan dalam mempertahankan manusia untuk tetap menjaganya sebagai manusia. Kebutuhan manusia terhadap agama mendorongnya untuk mencari agama yang sesuai dengan harapan-harapan rohaniahnya. Dengan agama manusia dituntun untuk dapat mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifatnya. Namun, kenyataannya agama- agama yang ada tidak memberikan informasi yang sama tentang Tuhan. Hingga pertanyaannya adalah, agama mana yang dapat memberikan informasi tentang Tuhan yang sebenarnya. Di sinilah manusia dituntut  untuk mencari agama yang dapat menjelaskan tentang Tuhan ini berdasarkan argument-argumen yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ada beberapa argumen mengapa agama sangat dibutuhkan oleh manusia. Pertama,  agama merupakan sumber kebenaran mutlak. Setiap penganut agama pasti mengakui kebenaran ajaran agama secara mutlak, terutama yang dinyatakan dalam kitab sucinya. Islam, misalnya, sangat menjunjung tinggi kebenaran yang dinyatakan dalam al-Quran, baik dalam hal ketuhanan (aqidah) maupun kebenaran tentang berbagai aturan dan hukum.  Kedua,  agama sebagai sumber informasi tentang hal-hal yang gaib. Hanya agama yang dapat menjelaskan secara pasti masalah-masalah gaib seperti Tuhan, malaikat, surga, neraka, dan lain sebagainya. Informasi tentang hal ini selain dari agama tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan tidak boleh diyakini (diimani). Ketiga, agama sebagai sumber ajaran moral. Agama melalui kitab sucinya dengan rinci menjelaskan mana yang baik dan buruk, benar dan salah, serta mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dengan menaati seluruh aturan agama, maka manusia akan bersikap dan berperilaku yang benar dan terhindar dari sikap dan perilaku tercela. Keempat,  agama dapat memberikan nasihat yang sangat berharga bagi manusia baik di kala suka maupun duka. Dengan nasihat-nasihat agama, orang yang sedang suka dan mendapatkan berbagai kenikmatan tidak akan menjadi manusia yang sombong dan congkak, dan orang yang sedang duka dan mendapatkan berbagai cobaan dan kesempitan tidak akan putus asa.



PENUTUP

Itulah gambaran singkat mengenai pandangan Islam tentang manusia dan bagaimana keterikatan manusia dengan agama. Tentu saja masih banyak hal yang bisa diungkap tentang keunikan manusia sebagai makhluk yang paling mulia di muka bumi ini. Kemuliaan manusia terutama terletak pada kelengkapan fitrahnya dibandingkan makhluk yang lain. Dengan akalnya manusia dapat menaklukkan dunia ini.  Namun, kelebihan manusia ini tidak akan terus bertahan hingga dibawa menghadap ke hadapan Allah Swt. Ketika manusia tidak mampu menggunakan akalnya dengan baik dan semua perilakunya dikendalikan oleh nafsunya, maka manusia tidak lagi menjadi makhluk yang terbaik, akan tetapi justeru sebaliknya manusia akan menjadi makhluk yang paling hina. Di sinilah manusia sangat membutuhkan agama yang dapat dijadikan sebagai kendali di dalam memanfaatkan bekal-bekal fitrahnya. Agama bisa mengarahkan manusia bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku sehingga manusia akan tetap menjadi makhluk yang terbaik dan kembali kepada Allah dalam keadaan Muslim (berserah diri kepada-Nya). Agamalah yang dapat menjamin manusia memiliki moral atau karakter mulia sehingga manusia menjadi mulia di hadapan Allah dan di hadapan manusia serta makhluk lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ali Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam.  Jakarta: CV.  Raja Grafindo Persada, Cet. I, hlm. 46.
Atang Abdul Hakim dan Jaih M.  2000. Metodologi Studi Islam. Remaja Rosdakarya, Bandung, cet. III, hlm. 113-114
Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama  (Jakarta : Ghalia Indonesia & UMM Press) hlm. 29.
Jalaludin Rakhmad. 1996. Psikologi Agama (Jakarta : Rajawali) hlm. 154-155.

M. Utsman Najaty. 1985. Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung : Pustaka. hlm 3.

Komentar

Posting Komentar